![]() |
Foto:Istimewa |
LokalNews.id — Suara adzan Ashar berkumandang di langit yang tertutup awan hitam tipis. Seusai melaksanakan ibadah shalat Ashar, warga mulai keluar satu per satu, mengenakan pakaian adat.
Semakin sore, massa mulai memadati Masigid Bengan (masjid tua) di Desa Songak. Tak lama kemudian, tampak sekelompok perempuan berpakaian adat membawa sesangan dan dulang berisi sanganan (makanan).
Dari kejauhan, terdengar suara tabuhan gamelan yang semakin mendekat ke arah Masigid Bengan. Bukan hanya satu, tetapi empat kelompok gamelan datang dari arah berbeda.
Pemandangan semacam ini sudah menjadi hal biasa bagi warga Desa Songak setiap bulan Rabiul Awal, saat mereka menggelar tradisi budaya Songak Bejango Bliq.
Setelah berdoa di Masigid Bengan, warga yang diiringi gamelan kemudian berjalan bersama menuju makam keramat. Arus manusia memenuhi jalanan desa, menyebabkan kemacetan di beberapa titik.
Di antara kerumunan, tampak Penjabat Bupati Lombok Timur, H. Muhammad Juaini Taofik, bersama sejumlah pejabat daerah dan Forkopimcam Sakra.
Pengulu Lembaga Adat Darmajagat Songak, Murdiyah, menjelaskan kepada bahwa kegiatan ini sudah berlangsung selama 13 kali, mengusung ritus bejango sebagai ikon.
"Di Songak, ritus bejango ini masih hidup sampai sekarang," ujarnya, Minggu (22/9).
Murdiyah menambahkan, bejango berarti mengunjungi atau bisa juga dimaknai sebagai bentuk silaturrahmi. Tradisi ini masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat setempat.
Ritual ini, lanjutnya, merupakan peninggalan leluhur desa. Bejango adalah ziarah dari Masigid Bengan menuju makam keramat.
"Ritual ini dilaksanakan setiap Senin dan Kamis, dua kali bagi siapa saja yang memiliki nazar," jelasnya.
Bagi warga yang berminat, mereka harus menggelar bejango buwaraq (pemberitahuan) sebelum pelaksanaan bejango. Jika nazar akan dilaksanakan pada hari Senin, bejango buwaraq dilakukan pada Minggu sore, dan hal yang sama berlaku untuk Kamis.
Warga yang bernazar membawa sesangan dan sanganan (makanan). Pembuatan sesangan dibantu oleh warga setempat karena tidak semua orang bisa membuatnya, mengingat ada aturan tertentu. Sementara sanganan biasanya berupa buah-buahan, kue-kue basah, nasi, dan lauk pauknya.
Ritual ini ditujukan bagi mereka yang telah menunaikan nazarnya, seperti terbebas dari penyakit, hutang, atau nazar lainnya, seperti keselamatan dalam perjalanan.
"Prosesi ini juga sudah mulai diajarkan kepada generasi muda sebagai upaya menjaga kelestariannya," tambahnya.
Penjabat Bupati Lombok Timur, H. Muhammad Juaini Taofik, menyampaikan apresiasinya terhadap tradisi ini. Menurutnya, tujuan utama pembangunan desa adalah membuat masyarakat, termasuk pemuda, betah tinggal di desanya.
Tradisi ini juga dianggap penting sebagai bagian dari menjaga kearifan lokal, sembari tetap fokus pada masa depan, seperti yang dilakukan oleh beberapa negara maju di Asia.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan warga untuk menjaga silaturrahmi meskipun memiliki pilihan yang berbeda di Pilkada mendatang.
"Jangan sampai karena perbedaan pilihan, kita kehilangan silaturrahmi antar sesama," pesannya.
Ketua panitia acara, Rof'il Khaerudin, menambahkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai yang diajarkan oleh leluhur, baik dalam aspek keilmuan maupun kekeluargaan.
Acara ini pun ditutup dengan pertunjukan gendang beleq dan peresean, yang dimainkan oleh anak-anak. (ong)