![]() |
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, H. Pathurrahman, mengunjungi salah satu apotek pastikan pemberian obat keras melalui resep dokter. foto/ong |
LokalNews.id — Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur terus berupaya menekan praktik pemberian obat keras dan psikotropika tanpa resep dokter oleh apotek, dengan menekankan peran apoteker. Langkah ini dilakukan guna mencegah terjadinya Resistensi Antimikroba (AMR) serta penyalahgunaan obat yang dapat memperburuk kondisi pasien akibat efek samping yang tidak diinginkan.
Berdasarkan data BPOM Mataram, dari pengawasan nasional pada tahun 2023, Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati peringkat keenam sebagai provinsi dengan tingkat penyerahan antibiotik tanpa resep dokter tertinggi. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya AMR atau resistensi antimikroba.
Pada tahun 2019, AMR telah menyebabkan 4,95 juta kematian di seluruh dunia, jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kematian akibat HIV/AIDS dan malaria. Bahkan, WHO memprediksi bahwa pada tahun 2050 jumlah kematian akibat AMR dapat mencapai 10 juta jiwa per tahun.
Untuk menekan risiko AMR ini, apoteker sebagai penanggung jawab apotek diwajibkan hanya memberikan obat keras dan psikotropika dengan resep dokter, sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal ini dilakukan Dinas Kesehatan Lombok Timur melalui pertemuan-pertemuan.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, H. Pathurrahman, menegaskan bahwa apoteker telah memahami regulasi dan standar operasional prosedur (SOP) dalam pemberian obat keras dan psikotropika.
"Apoteker memang memiliki keahlian khusus dalam obat-obatan. Mereka sudah memahami SOP berdasarkan golongan obat yang boleh diberikan," kata Pathurrahman, Jumat (11/10).
Meskipun demikian, lanjut Pathurrahman, Dinas Kesehatan tetap melaksanakan kewajibannya untuk menghimbau apoteker agar tidak melanggar aturan yang berlaku.
“Obat harus diberikan dengan resep dokter, dan apoteker atau asisten apoteker sebaiknya menjelaskan hal ini kepada konsumen yang mungkin belum mengetahui aturan tersebut,” tambahnya. (ong)