![]() |
Salah satu sekolah di Kecamatan Sembalun rusak parah akibat Gempa Bumi 2018, hingga saat ini belum diperbaiki. Foto/Ong |
LokalNews.id — Sejumlah bangunan sekolah di Lombok Timur, baik tingkat sekolah dasar maupun menengah pertama, rusak akibat gempa tahun 2018. Hingga kini, belum ada anggaran dari Pemerintah Daerah (Pemda) maupun pusat untuk memperbaikinya.
Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar (PSD) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, Hairurrazak Hanafie, mengakui bahwa masih ada sekolah dasar yang belum diperbaiki sejak gempa enam tahun lalu. Meski sebagian sudah mendapat bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Menurut Hairurrazak, sejumlah sekolah belum diperbaiki karena status darurat nasional telah dicabut oleh Pemerintah Daerah Lombok Timur pasca-gempa 2018. Akibatnya, BNPB menganggap penanganan pascagempa sudah selesai.
"Jadi, sudah tidak ada lagi anggaran dari BNPB untuk memperbaiki sarana pendidikan di daerah ini, karena pernyataan dari pemerintah daerah bahwa penanganan pascagempa telah selesai," jelas Hairurrazak, Senin (7/10).
Ia menambahkan, mengandalkan anggaran dari APBD juga sulit karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lombok Timur masih minim dan sangat bergantung pada dana transfer, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK). "Segala keputusan terkait DAK ditentukan oleh pusat, sementara daerah hanya mengusulkan," tuturnya.
Hairurrazak menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur telah berusaha mendapatkan bantuan pemerintah pusat untuk sekolah-sekolah yang rusak parah melalui aplikasi Krisna. Sistem ini melibatkan dua lembaga utama, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) dan Bappenas, yang masing-masing memiliki penilaian berbeda dalam menindaklanjuti usulan tersebut.
"Apa yang kita anggap prioritas, belum tentu sama dengan pandangan mereka," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sekolah yang dinilai tidak layak atau bahkan sudah bagus tetap mendapatkan bantuan perbaikan dari pusat. Bantuan tersebut, menurutnya, merupakan dana stimulan atau tambahan. Tanggung jawab utama perbaikan sekolah tetap berada di tangan Pemda.
"Pemerintah pusat menyatakan bahwa dana DAK ini sebenarnya hanya stimulan atau tambahan. Urusan pendidikan tetap menjadi kewenangan daerah, termasuk menangani sekolah-sekolah yang rusak parah," ujarnya.
Hairurrazak berharap, pemerintahan yang baru dapat mengalokasikan lebih banyak anggaran APBD yang bisa dikelola secara mandiri. "Harapannya, aturan main bisa kita atur sendiri," pungkasnya. (ong)