![]() |
Kantor kuasa hukum RP, Gema Akhmad Muzakir. Foto/ong. |
LokalNews.id — Kuasa Hukum RP, Gema Akhmad Muzakir, menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur memaksakan kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian cabe wilayah Sembalun, ke tindak pidana korupsi yang seharusnya ranah perdata.
Pada Jumat (6/12), Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Timur, I Putu Bayu Pinarta, membeberkan hasil pemeriksaan Tim Penyidik terhadap RP dan HA terkait kasus KUR tani cabai Sembalun.
Ia mengatakan, bahwa RP diduga mengumpulkan KTP nasabah yang bukan berprofesi sebagai petani untuk mengajukan kredit KUR. Dana yang cair tidak sepenuhnya disalurkan kepada nasabah, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi.
Hasil audit menyebutkan kerugian negara dari penyaluran KUR ini mencapai Rp766.746.138. RP dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Namun, Gema Akhmad Muzakir, kuasa hukum RP menilai pihak kejaksaan seharusnya memproses oknum bank dan nasabah KUR tani cabai, bukan RP. Menurutnya, hal ini persoalan kelalaian pencairan dana oleh pihak bank.
"Jika dana sudah cair, lalu nasabah memberikan sebagian kepada pihak lain, itu merupakan hubungan hukum terpisah. Yang terkait langsung adalah hubungan debitur dan kreditur antara nasabah dan bank," tegasnya, Senin (9/12).
Ia menambahkan bahwa semua dokumen persyaratan KUR terkait kasus ini telah diserahkan langsung oleh nasabah kepada bank. Berdasarkan SOP, pencairan dana KUR juga tidak boleh diwakilkan.
Dalam pemeriksaan dilakukan oleh penyidik Kejari Lombok Tinur terhadap RP juga menyebutkan bahwa semua proses, mulai dari pengajuan hingga pencairan, dilakukan langsung oleh nasabah dengan pihak bank. "Dana cair langsung ke rekening nasabah langsung,"jelasnya.
Adapaun peran RP, sambung Gema, hanya sebatas sebagai seorang security yang melayani dan menjelaskan nasabah apabila tidak memahami syarat untuk mengajukan pinjaman KUR di Bank tersebut.
"Jadi, pernyataan kejaksaan bahwa dana dicairkan melalui RP lalu tidak disalurkan ke nasabah tidak sesederhana itu," jelas Gema.
Lebih lanjut, Gema menilai bahwa kasus ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena sebagian dana sudah disetorkan oleh nasabah, bahkan ada yang lunas.
"Kalau sudah ada pembayaran, itu masuk ke ranah perdata, bukan pidana. Silakan tanyakan kepada ahli hukum," katanya.
Gema juga menduga kejaksaan sengaja menutupi kesalahan oknum bank dan malah menetapkan karyawan rendahan sebagai tersangka.
"Kejaksaan seakan-akan menuduh klien kami menggelapkan dana Rp700 juta. Kalau memang ada pelanggaran setelah dana cair, itu urusan nasabah, bukan klien kami," tutupnya. (ong)
Pada Jumat (6/12), Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Timur, I Putu Bayu Pinarta, membeberkan hasil pemeriksaan Tim Penyidik terhadap RP dan HA terkait kasus KUR tani cabai Sembalun.
Ia mengatakan, bahwa RP diduga mengumpulkan KTP nasabah yang bukan berprofesi sebagai petani untuk mengajukan kredit KUR. Dana yang cair tidak sepenuhnya disalurkan kepada nasabah, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi.
Hasil audit menyebutkan kerugian negara dari penyaluran KUR ini mencapai Rp766.746.138. RP dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Namun, Gema Akhmad Muzakir, kuasa hukum RP menilai pihak kejaksaan seharusnya memproses oknum bank dan nasabah KUR tani cabai, bukan RP. Menurutnya, hal ini persoalan kelalaian pencairan dana oleh pihak bank.
"Jika dana sudah cair, lalu nasabah memberikan sebagian kepada pihak lain, itu merupakan hubungan hukum terpisah. Yang terkait langsung adalah hubungan debitur dan kreditur antara nasabah dan bank," tegasnya, Senin (9/12).
Ia menambahkan bahwa semua dokumen persyaratan KUR terkait kasus ini telah diserahkan langsung oleh nasabah kepada bank. Berdasarkan SOP, pencairan dana KUR juga tidak boleh diwakilkan.
Dalam pemeriksaan dilakukan oleh penyidik Kejari Lombok Tinur terhadap RP juga menyebutkan bahwa semua proses, mulai dari pengajuan hingga pencairan, dilakukan langsung oleh nasabah dengan pihak bank. "Dana cair langsung ke rekening nasabah langsung,"jelasnya.
Adapaun peran RP, sambung Gema, hanya sebatas sebagai seorang security yang melayani dan menjelaskan nasabah apabila tidak memahami syarat untuk mengajukan pinjaman KUR di Bank tersebut.
"Jadi, pernyataan kejaksaan bahwa dana dicairkan melalui RP lalu tidak disalurkan ke nasabah tidak sesederhana itu," jelas Gema.
Lebih lanjut, Gema menilai bahwa kasus ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena sebagian dana sudah disetorkan oleh nasabah, bahkan ada yang lunas.
"Kalau sudah ada pembayaran, itu masuk ke ranah perdata, bukan pidana. Silakan tanyakan kepada ahli hukum," katanya.
Gema juga menduga kejaksaan sengaja menutupi kesalahan oknum bank dan malah menetapkan karyawan rendahan sebagai tersangka.
"Kejaksaan seakan-akan menuduh klien kami menggelapkan dana Rp700 juta. Kalau memang ada pelanggaran setelah dana cair, itu urusan nasabah, bukan klien kami," tutupnya. (ong)