Pendidikan

Pendidikan

Iklan

terkini

Akademisi dan Pakar Hukum Kritik Pendekatan Tipikor dalam Kasus NCC

Senin, 17 Februari 2025, 17.28 WIB Last Updated 2025-02-17T09:29:27Z
Ketua DPP Himmah NWDI, Ilham. Foto/istimewa


Mataram, LokalNews.id – Ketua DPP Himmah NWDI, Ilham, sejalan dengan pendapat sejumlah akademisi, mendorong agar kasus ini diselesaikan melalui jalur perdata. Menurutnya, penggunaan UU Tipikor dalam perkara ini kurang tepat, karena inti permasalahan adalah sengketa kontrak, bukan tindak pidana korupsi yang melibatkan niat jahat atau penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi.


“Jika setiap permasalahan kontrak dalam proyek pemerintah diarahkan ke ranah pidana, maka pejabat dan pelaku usaha akan merasa takut menjalankan proyek pembangunan. Penyelesaian perdata lebih adil karena berfokus pada ganti rugi dan pemulihan hak, bukan penghukuman,” ujar Ilham, Senin (17/2/2025).


Ilham juga menyoroti asas pacta sunt servanda dalam hukum perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Jika terjadi pelanggaran terhadap isi perjanjian, maka penyelesaian hukum yang tepat adalah melalui mekanisme wanprestasi, bukan kriminalisasi. 


Selain itu, ia menekankan konsep lex specialis derogat legi generali, di mana hukum perdata yang lebih spesifik dalam penyelesaian kontrak seharusnya lebih diutamakan dibanding hukum pidana yang bersifat umum.


Kasus hukum yang menjerat mantan Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, terkait proyek pembangunan NTB City Center (NCC) terus menuai polemik. Sejumlah pakar hukum menilai perkara ini lebih tepat diselesaikan melalui jalur perdata dibandingkan dengan pendekatan pidana tindak pidana korupsi (Tipikor).


Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar (Unizar), Dr. Ainuddin, SH, MH, menegaskan bahwa kasus ini seharusnya dipandang sebagai sengketa kontraktual. Ia merujuk pada teori melebur, yang menyatakan bahwa keputusan administratif terkait kontrak seharusnya tetap berada dalam ranah hukum perdata.


“Jika sengketa ini berkaitan dengan perjanjian dan pelaksanaannya, maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui mekanisme wanprestasi dalam hukum perdata, bukan dengan kriminalisasi menggunakan UU Tipikor,” tegas Dr. Ainuddin.


Dalam kasus NCC, proyek pembangunan mengalami kendala yang menyebabkan perselisihan antara pemerintah dan PT Lombok Plaza. Permasalahan utama dalam perkara ini adalah kegagalan realisasi pembangunan serta pengalihan hak atas lahan yang berujung pada persoalan wanprestasi. Jika terdapat kerugian negara, mekanisme hukum yang paling tepat adalah melalui gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi, bukan kriminalisasi terhadap pejabat yang menjalankan kewenangan administratifnya.


Pengamat hukum, Prof. Rahman Hidayat, juga menyoroti pentingnya pemisahan antara ranah perdata dan pidana dalam penegakan hukum.


“Kriminalisasi atas sengketa perdata dapat menciptakan preseden buruk bagi dunia usaha dan pemerintahan. Jika setiap kegagalan proyek dikategorikan sebagai korupsi, maka banyak pejabat akan takut mengambil keputusan, yang berpotensi menyebabkan stagnasi pembangunan,” jelasnya.


Sejumlah pihak mendesak aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam menangani perkara ini. Mereka menilai bahwa pendekatan Tipikor dalam kasus NCC dapat mencederai asas keadilan hukum. Langkah terbaik adalah membawa kasus ini ke ranah perdata agar penyelesaian dapat lebih fokus pada pemulihan aset dan penyelesaian sengketa tanpa merusak reputasi pihak yang terlibat. (*)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Akademisi dan Pakar Hukum Kritik Pendekatan Tipikor dalam Kasus NCC

Terkini

Pk husnul

Close x